Archive | May, 2012

pembubarab PT (perseroan terbatas )

24 May

Dalam praktek pembubaran Perseroan menurut UU 40/2007 akibat keputusan RUPS ternyata terdapat inkonsistensi pelaksanaan pasal 152 ayat 5 UU 40/2007 yang mengatur tentang pencatatan berakhirnya status badan hukum Perseroan dan menghapus nama Perseroan dalam Daftar Perseroan. Pembubaran Perseroan dalam UU 40/2007 diatur dalam pasal 142 sampai dengan pasal 152, dimana yang berbeda dengan pengaturan dalam UU 1/1995(pasal 114 s/d pasal 124) adalah mengenai berakhirnya status badan hukum Perseroan. Dalam UU 40/2007 ditegaskan bahwa Menteri akan mencatat berakhirnya status badan hukum Perseroan yaitu setelah mendapatkan pemberitahuan dari Likuidator tentang hasil akhir proses likuidasi yang dicantumkan dalam RUPS “terakhir”.

Untuk lebih jelasnya berikkut ini diuraikan langkah-langkah pembubaran PT berdasarkan RUPS :
1. Pelaksanaan RUPS dengan materi acara Pembubaran PT diikuti dengan penunjukan Likuidator untuk melakukan proses likuidasi ( pasal 142 ayat 1 dan 2 )
2. Dalam jangka waktu 30 hari terhitung sejak tanggal pembubaran Perseroan, Likuidator harus mengumumkan dalam Surat Kabar dan Berita Negara Republik Indonesia serta memberitahukan kepada Menteri ( pasal 147 ayat 1). Catatan : Dalam tahap ini Menteri hanya mencatat bahwa Perseroan dalam likuidasi.
3. Dalam tahap pemberesan harta kekayaan Perseroan, Likuidator wajib mengumumkan dalam Surat Kabar dan BNRI mengenai Rencana pembagian kekayaan hasil likuidasi (pasal 149 ).
4. Dan terakhir diadakan RUPS tentang pertangggung jawaban Likuidator dalam melaksanakan proses likuidasi, sekaligus memberikan pelunasan dan pembebasan kepada Likuidator; yang diikuti pengumuman dalam Surat Kabar mengenai hasil akhir proses likuidasi dan pemberitahuan kepada Menteri.(pasal 152 ayat 3)
5. Menteri mencatat berakhirnya status badan hukum Perseroan dan menghapus nama Perseroan dari Daftar Perseroan diikuti dengan pengumuman dalam BNRI (pasal 152 ayat 5 jo ayat 8).

Singkatnya Likuidator harus mengumumkan 3 kali dalam Surat Kabar ( mengenai pembubaran, rencana pembagian kekayaan hasil likuidasi dan hasil akhir proses likuidasi ) dan 1 kali dalam BNRI (mengenai pembubaran), serta memberitahukan kepada Menteri 2 kali (mengenai pembubaran dan hasil akhir likuidasi).

Dalam praktek ketika memasukkan data untuk memenuhi ketentuan pasal 152 ayat 3 (proses pemberitahuan hasil akhir likuidasi ) ternyata data di database sisminbakum telah dihapus. Rupanya pada waktu pertama kali melaporkan/memberitahukan pembubaran Perseroan, seketika itu pula Menteri ( melalui Sisminbakum ) melakukan pencatatan berakhirnya status badan hukum Perseroan. ( seharusnya Menteri hanya melakukan pencatatan bahwa Perseroan dalam proses likuidasi ).

Jadi dalam praktek Berita Acara RUPS “terakhir” yang berisi hasil akhir proses likuidasi dan pelunasan serta pembebasan likuidator tidak dapat diberitahukan
kepada Menteri melalui Sismnbakum, oleh karena data Perseroan telah dihapus.

Hal ini menimbulkan pertanyaan apakah implikasinya bagi likuidator bila prosedure pasal 152 ayat 3 UU 40/2007 tidak dilaksanakan ? Menurut penulis terhadap permasalahan ini perlu diadakan analisa yang lebih mendalam.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan kapan status badan hukum suatu Perseroan benar-benar berakhir; yaitu bukan oleh karena pencatatan yang dilakukan oleh Menteri namun pada saat telah dilakukan pemberesan dan pertanggungjawaban likuidator telah diterima oleh RUPS demikian sesuai pasal 143 UU 40/2007 ayat 1.

surat perjajian mendirikan PT

24 May

AKTA PENDIRIAN PERSEROAN TERBATAS

Nomor : (…………)

 

Pada hari ini, hari (…………)

Hadir dihadapan saya, (…………), Sarjana Hukum, Notaris di (…………), dengan dihadiri oleh saksi-saksi yang saya, Notaris kenal dan akan disebutkan pada bagian akhir akta ini….

1. Tuan (…………), lahir di (…………), pekerjaan (…………), tinggal di (…………), pemegang Kartu Tanda Penduduk Nomor (…………), Warga Negara Indonesia; menurut keterangannya dalam hal ini bertindak sebagai Presiden Direktur dari dan dengan demikian untuk dan atas nama perseroan terbatas PT (…………), sebuah perusahaan Penanaman Modal Asing (PMA) yang didirikan menurut Undang-Undang  Negara Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1970, berdomisili di (…………) (selanjutnya disebut sebagai “Pemegang Saham Asing”) ———–

I.     Tuan (…………),

lahir di pekerjaan (…………),

tinggal di (…………),

pemegang Kartu Tanda Penduduk Nomor: (…………),Warga Negara Indonesia; menurut keterangannya dalam hal ini bertindakan sebagai Presiden Direktur dari dan dengan demikian untuk dan atas nama perseroan terbatas PT. (…………), sebuah perusahaan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN), berdomisili di Bandung, Jawa Barat (selanjutnya disebut sebagai “Pemegang Saham Indonesia”) —————————–

–      Para penghadap telah dikenal oleh saya, Notaris —————————————-

–      Para penghadap bertindak berdasarkan kedudukannya masing-masing tersebut di atas dengan ini menyatakan bahwa, tanpa mengabaikan perolehan perizinan dari pihak yang berwenang, bersepakat untuk secara bersama-sama mendirikan suatu perseroan terbatas dengan anggaran dasar sebagaimana yang tercantum dalam akta pendirian ini, (selanjutnya dalam akta pendirian ini cukup disingkat menjadi “Anggaran Dasar”) ——————————–

  

———————————————– Pasal 1 ————————————–

————————————- NAMA DAN DOMISILI —————————

1.     Perusahaan tersebut diberi nama “PT. (…………), (selanjutnya dalam Anggaran Dasar ini cukup disebut dengan “Perusahaan”) berdomisili di [___], Indonesia ——————————————-

2.     Perusahaan boleh membuka kantor-kantor cabang atau kantor-kantor perwakilan di tempat-tempat lain baik di dalam maupun diluar Wilayah Negara Republik Indonesia ————————————-

———————————————– Pasal 2 ————————————–

—————————————– JANGKA WAKTU ——————————

Perusahaan didirikan untuk jangka waktu [___] ([___]) tahun berturut-turut terhitung sejak tanggal [___] ([___])          

———————————————– Pasal 3 ————————————–

———————————— MAKSUD DAN TUJUAN —————————

1.     Maksud dan tujuan Perusahaan adalah sebagai berikut: ———————————

(a)   melaksanakan pemasaran, penjualan, pemasokan, pemasangan dan produksi sistem “dinding kering” yang meliputi sistem yang terdiri atas produk-produk yang dibentuk dari logam gulung, dan produk-produk serta jasa-jasa yang berhubungan dengan produk tersebut ———————————————-

(b)   melaksanakan kegiatan usaha dengan mengambil saham di perusahaan-perusahaan patungan atau anak perusahaan yang berusaha di wilayah negara Republik Indonesia sesuai dengan yang dipandang perlu oleh para pemegang saham Perusahaan tanpa mengabaikan hukum dan peraturan berlaku —————

2.     Untuk mencapai maksud dan tujuan tersebut di atas, Perusahaan dapat melakukan kegiatan-kegiatan usaha sebagai berikut :  

(a)   melaksanakan produksi, penjualan, pendistribusian, dan pemasangan sistem “dinding kering” yang meliputi sistem yang terdiri atas produk-produk yang dibentuk dari logam gulung, dan produk-produk serta jasa-jasa yang berhubung­an dengan produk tersebut ———————————————-

(b)   menguasai tanah dan sarana berwujud lain yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan usaha          

(c)   mengimpor (jika diperlukan) mesin-mesin, perlengkapan, suku cadang, bahan baku, dan barang-barang lain yang di­perlukan untuk mendukung pencapaian maksud dan tujuan perusahaan ———–

(d)   melaksanakan semua tindakan dan kegiatan dalam arti yang seluas-luasnya dalam rangka mencapai maksud dan tujuan perusahaan tersebut di atas ————————————————-

———————————————– Pasal 4 ————————————–

———————————————– MODAL ———————————–

1.     Modal dasar Perseroan adalah sebesar US $ [___] ([___] Dollar Amerika Serikat) terbagi dalam [___] ([___]) lembar saham, yang masing-masingnya bernilai nominal US $ [___] ([___] Dollar Amerika Serikat).

2.     Dari modal dasar tersebut di atas sejumlah saham berikut ini telah diambil oleh dan akan dikeluarkan untuk :          

(a)   PT. (…………),[___] ([___]) lembar saham dengan nilai no­minal per lembar US$ [___] ([___] Dolar Amerika Serikat) sehingga jumlah keseluruhannya adalah (US$ [___])[___] Dollar Amerika Serikat    

(b)   PT (…………), [___] ([___]) lembar saham dengan nilai no­minal per lembar US$ [___]. ([___] Dollar Amerika Serikat) sehingga jumlah keseluruhannya adalah US$ [___] ([___] Dollar Amerika Serikat)   

3.     Masing-masing modal yang ditempatkan tersebut di atas akan disetor kepada Perusahaan paling lambat pada tanggal disahkannya akta pendirian im oleh Menten Kehakunan Republik Indonesia ————-

———————————————– Pasal 5 ————————————–

———————————————– SAHAM ————————————

1.     Semua saham Perusahaan harus merupakan saham tercatat dan dikeluarkan atas nama pemiliknya

2.     Perusahaan hanya akan mengakui 1 (satu) orang atau perusahaan sebagai pemilik sah satu lembar saham   

3.     Jika karena alasan tertentu satu lembar saham menjadi milik beberapa orang, para pemegang saham yang secara bersama-sama memiliki lembar saham yang sama tersebut harus menyatakan secara tertulis bahwa mereka menunjuk 1 (satu) orang di antara mereka atau seseorang lainnya untuk mewakili mereka dalam kepemilikan saham dan hanya nama wakil mereka itulah yang berwewenang untuk menggunakan semua hak atas saham tersebut sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku ——————————————————————–

4.     Selama ketentuan yang dimaksud dalam alinea 3 di atas belum dipenuhi, para pemegang saham yang dimaksud tidak berhak untuk memungut suara dalam Rapat Umum Para Pemegang Saham Perusahaan, dan pembayaran dividen atas saham tersebut juga harus ditangguhkan ————————————————-

5.     Pemegang Saham menurut hukum berkewajiban untuk memenuhi ketentuan dalam Anggaran Dasar dan mematuhi semua keputusan yang secara sah telah ditetapkan dalam Rapat Umum para Pemegang Saham, serta harus mentaati semua peraturan dan hukum yang berlaku ———————————————–

6.     Perusahaan paling sedikit harus mempunyai 2 (dua) pemegang saham ——————-

———————————————– Pasal 6 ————————————–

—————————————– SURAT SAHAM ——————————–

1.     Perusahaan harus mengeluarkan Surat Saham ——————————————-

2.     Jika surat saham dikeluarkan, setiap saham harus mempunyai lembar Surat Sahamnya —

3.     Surat Saham Kolektif dapat dikeluarkan sebagai bukti kepemilikan 2 (dua) atau lebih saham oleh 1 (satu) pemegang saham     

4.     Surat Saham paling tidak harus memuat keterangan sebagai berikut : ——————–

(a) Nama dan alamat pemegang saham; ————————————————-

(b) Nomor Surat Saham; —————————————————————

(c) Tanggal pengeluaran Surat Saham; ————————————————–

(d) Nilai nominal saham.

5.     Surat Saham Kolektif paling tidak harus memuat keterangan sebagai berikut : ———–

(a) Nama dan alamat pemegang Saham;………………………..

(b) Nomor Surat Saham Kolektif;……………………………….

(c) Tanggal pengeluaran Surat Saham Kolektif;………………..

(d) Nilai nominal saham;…………………………………………

(e) Jumlah lembar saham………………………………………..

6.     Surat Saham dan Surat Saham Kolektif harus ditandatangani oleh Presiden Direktur (atau Direktur Pelaksana) setelah menerima notulen Rapat Umum Pemegang Saham yang menyatakan persetujuan terhadap penerbitan Saham tersebut        

Jika disetujui oleh semua Pemegang Saham dapat diterima sebagai tanda persetujuan tersebut.       

———————————————– Pasal 7 ————————————–

——————————- PENGGANTIAN SURAT SAHAM ———————-

1.     Jika suatu lembar saham rusak atau tidak dapat digunakan lagi, Dewan Direksi dapat mengeluarkan penggantinya atas permintaan tertulis pemegang saham yang bersangkutan kepada Dewan Direksi ———

2.     Jika suatu Surat Saham pengganti telah dikeluarkan sebagaimana yang disebut dalam Alinea 1, surat saham aslinya atau lembarnya yang tersisa harus dimusnahkan dan hal tersebut harus dimuat dalam suatu berita acara yang akan dilaporkan oleh Dewan Direksi dalam Rapat Umum Pemegang Saham berikutnya ——————

3.     Jika suatu Surat Saham hilang, atas permintaan pemegang saham yang bersangkutan penggantinya dapat diberikan kepadanya asalkan menurut pendapat Dewan Direksi bahwa hilangnya surat saham tersebut telah cukup dibuktikan dan asalkan jaminan yang diharuskan oleh Dewan Direksi untuk kasus tertentu telah diserahkan            

4.     Pengeluaran surat saham pengganti sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal ini membuat surat saham aslinya tidak berlaku lagi bagi perusahaan ————————————————————

5.     Semua biaya yang dikeluarkan berkenaan dengan penerbitan surat saham pengganti sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal ini ditanggung oleh pemegang saham yang bersangkutan —————————

6.     Ketentuan-ketentuan dalam alinea 1 sampai dengan 5 dari Pasal ini berlaku juga secara mutatis mutandis pada pengeluaran pengganti surat saham kolektif ———————————————

———————————————– Pasal 8 ————————————–

——————– REGISTER SAHAM DAN REGISTER KHUSUS —————–

1.     Perusahaan membuat dan menempatkan Buku Register dan Register Khusus di kantor Perusahaan            

2.     Buku ini mencatat hal-hal sebagai berikut : ———————————————-

(a)   nama dan alamat para pemegang saham; ——————————————-

(b)   nilai saham, jumlah lembar saham, tanggal pemerolehan surat saham atau surat saham kolektif yang dimHiki oleh para pemegang saham ;————————————————————

(c)   jumlah modal yang disetor sesuai dengan nilai masing-masing saham; —————

(d)   nama dan alamat orang atau badan hukum yang memegang saham Perusahaan sebagai jaminan dan tangga’ saham-saham tersebut dijaminkan; ——————————————————–

(e)   keterangan mengenai penyetoran modal saham dibayarkan dalam bentuk selain uang tunai;     

 (f)   keterangan-keterangan lain yang dianggap perlu oleh Dewan Direksi —————

3.     Register Khusus memuat keterangan mengenai kepemilikan saham oleh para anggota Dewan Direksi dan Dewan Komisaris dan keluarga mereka baik yang di dalam Perusahaan dan/atau di perusahaan lain, dan buku ini juga mencatat tanggal pemerolehan saham-saham tersebut ———————————————

4.     Para pemegang saham diwajibkan untuk memberitahukan perubahan alamat mereka secara tertulis kepada Dewan Direksi Perusahaan ———————————————————————

–      Selama pemberitahuan tersebut belum dilaksanakan, semua panggilan dan pengumuman kepada para pemegang saham dianggap sah jika telah dikirimkan ke alamat-alamat yang terakhir tercatat dalam Buku Register Saham tersebut        

5.     Dewan Direksi berkewajiban menyimpan Buku Pencatatan Pemegang Saham dan Register Khusus dengan cara yang sebaik-baiknya ————————————————————————-

6.     Buku Saham dan Register Khusus harus tersedia untuk diperiksa oleh setiap pemegang saham pada waktu jam buka kantor Perusahaan ———————————————————————-

———————————————– Pasal 9 ————————————–

—————————– PENGALIHAN HAK ATAS SAHAM ———————-

1.     Setiap pengalihan hak atas perusahaan harus dituangkan dalam suatu akta pengalihan hak atas saham yang harus ditandatangani baik oleh pemegang saham yang mengalihkan hak atas sahamnya maupun oleh pihak yang menerima pengalihan hak atas saham tersebut (atau oleh wakil-wakil sah mereka) —————–

2.     Akta pengalihan hak atas saham sebagaimana yang dimaksud dalam Alinea 1 di atas atau seperangkat salinannya harus diserahkan kepada Perusahaan ———————————————————

3.     Setiap pemegang saham Perusahaan yang bermaksud menjual sahamnya harus memberitahukan secara tertulis kepada para pemegang saham lainnya. Pemberitahuan itu memuat juga harga dan persyaratan penjualan saham, serta memberitahukan hal ini secara tertulis kepada Dewan Direksi —————————

4.     Para pemegang saham lainnya yang berniat membeli saham ditawarkan tersebut harus memberitahukan kepada perries saham yang hendak menjual sahamnya dan kepada Dew’a’6 Direksi Perusahaan dalam jangka waktu 90 (sembilanpuluh) ha terhitung sejak mereka menerima pemberitahuan Penawara tersebut, dan pembelianya sebanding dengan proporsi jumlah saham yang telah dimilikinya ————————————

5.     Perusahaan harus menjamin bahwa semua saham yan2 ditawarkan sebagaimana yang disebut dalam alinea 3 di atas dibeli dengan harga wajar dan dibayar dengan uang tunai dalam jangka waktu 90 (sembilanpuluh) hari sejak tanggal penawaran. —————————————————————————–

6.     Seandainya perusahaan tidak mampu menjamin penjualan saham sebagaimana yang diuraikan dalam alinea di atas, pemegang saham yang bermaksud menjual saham harus terlebih dulu menawarkan sahamnya tersebut (dengan harga dan persyaratan yang sama) kepada para karyawan perusahaan sebelum mena-warkannya kepada pihak ketiga    

7.     Seandainya para pemegang saham lainnya tidak berkehendak membeli keseluruhan saham yang ditawarkan, pemegang saham yang bermaksud menjual sahamnya tersebut berhak untuk men-cabut kembali surat penawaran penjualan sahamnya setelah ber-lalunya jangka waktu sebagaimana yang disebut dalam alinea 4 — –

8.     Kewajiban penjual saham untuk menawarkan sahamnya tersebut kepada sesama pemegang saham perusahaan hanya berlaku satu kali saja ——————————————————————-

9.     Klausul 3 sampai dengan 8 dari Pasal 9 tidak berlaku jika pemegang saham hanya bermaksud mengalihkan kepemilikan sahamnya kepada anak perusahaan yang lebih dari [___]% ([___]) sahamnya telah dimilikinya atau kepada perusahaan yang lebih dari 50 % (limapuluh persen) sahamnya dimiliki oleh pemilik akhir perusahaan pemegang saham, yaitu (…………),atau PT. (…………),dalam hal PT (…………),, dan PT. (…………), dalam hal PT. (…………),  

10.   Dalam hal terjadinya pengalihan saham sesuai dengan klausul ? Pasal 9, jika dikemudian hari terjadi pengurangan persentase kepemilikan saham grup anak perusahaan dibawah 50  (limapuluh persen) dalam perusahaan tersebut di atas, maka ketentuan-ketentuan dalam klausul 3 sampai dengan 8 Pasal 9 akan diberlakukan sejak tanggal terjadinya pengurangan kepemilikan saham tersebut di atas —————————————-

11.   pengalihan hak atas saham hanya boleh dilakukan jika semua Icetentuan dalam Anggaran Dasar Perusahaan telah dipenuhi  

12.   Saham Perusahaan tidak boleh dijual sejak tanggal pengiriman undangan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) sampai tanggal penutupan RUPS tersebut ———————————————–

13.   Selama ketentuan yang dimaksud dalam alinea 11 di atas belum dipenuhi, para pemegang saham yang dimaksud tidak berhak untuk memungut suara dalam Rapat Umum Para Pemegang Saham Perusahaan, dan pembayaran dividen atas saham tersebut juga harus ditangguhkan ————————————————-

———————————————– Pasal 10 ————————————

—————————————- DEW AN DIREKSI ——————————

1.     Perusahaan dipimpin oleh Dewan Direksi yang terdiri atas [___] ([___]) orang anggota, yang tiga orang diantaranya dipilih oleh pihak pemegang saham asing dan dua diantaranya dipilih oleh pihak pemegang saham Indonesia           

Dari para anggota Direksi yang ditentukan oleh pihak pemegang saham asing, salah satunya dipilih sebagai Presiden Direktur.

2.     Para Anggota Dewan Direksi diangkat oleh Rapat Umum Pe­megang Saham untuk jangka waktu [___] ([___]) tahun berturut-turut tanpa mengurangi hak RUPS untuk memberhentikan mereka sewaktu-waktu            

3.     Para anggota Dewan Direksi dapat diberi gaji dan/atau tunjangan lainnya yang jumlahnya akan ditentukan oleh Rapat Umum Pemegang Saham dan hak tersebut dapat didelegasikan oleh RUPS kepada Dewan Komisaris       

4.     Jika karena sesuatu hal terjadi lowongan dalam posisi anggota Dewan Direksi, dalam waktu 30 (tiga puluh) hari sejak terjadi­nya lowongan tersebut, Rapat Umum Pemegang Saham harus diselenggarakan untuk mengisi lowongan tersebut        

5.     Jika karena sesuatu hal terjadi lowongan dalam posisi seluruh anggota Dewan Direksi, dalam waktu 30 (tigapuluh) hari sejak terjadinya lowongan tersebut, Rapat Umum Pemegang Saham hams diselenggarakan Untuk mengangkat Dewan Direksi baru, dan Perusahaan untuk sementara waktu akan dikelola oleh Dewan Komisaris           

6.     Seorang anggota Dewan Direksi berhak untuk mengundurkan diri dari jabatannya setelah memberitahukan maksudnya tersebut secara tertulis kepada Perusahaan selambat-lambatnya 30 (tigapuluh) hari sebelum tanggal pengunduran diri tersebut

7.     Masa jabatan seorang anggota Direksi secara otomatis akan berakhir jika dia ———–

(a)   mengundurkan diri dari jabatannya sebagaimana yang dimaksud dalam Alinea 6 di atas;         

(b)   tidak lagi memenuhi persyaratan sebagaimana yang diharuskan menurut hukum dan perundangan yang berlaku.        

(c)   meninggal dunia; ——————————————————————-

(d)   diberhentikan dari jabatannya sesuai dengan keputusan sah yang diambil dalam Rapat Umum Pemegang Saham        

———————————————– Pasal 11 ————————————

—————————– KEWAJIBAN DAN DEWAN DIREKSI ——————-

1.     Dewan Direksi harus bertanggung jawab sepenuhnya dalam menjalankan Perusahaan demi kepentingan Perusahaan dalam mencapai maksud dan tujuan Perusahaan —————————————-

2.     Masing-masing anggota Dewan Direksi harus melaksanakan kewajibannya dengan penuh kepercayaan dan tanggung jawab dan mentaati semua hukum dan peraturan yang. Berlaku ————————-

3.     Dewan Direksi bertindak mewakili Perusahaan di dalam dan di luar Pengadilan Negeri dalam semua hal dan kejadian, dalam mengikatkan Perusahaan dengan pihak lain dan mengikatkan pihak lain dengan Perusahaan, dan dalam melaksanakan segala tindakan, baik yang menyangkut pengelolaan maupun kepemilikan perusahaan          

Tapi, tindakan-tindakan berikut ini dikecualikan: ———————————————

(a) meminjam uang atau meminjamkan uang atas nama Perusahaan (kecuali menarik uang dari rekening perusahaan diBank);        

(b)   mengikat Perusahaan sebagai penjamin; ————————————————-

(c)   menjual atau mengalihkan harta milik Perusahaan baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak (kecuali dalam kegiatan sehari-hari bisnis Perusahaan) yang melebihi nilai buku Rp. [___] ([___] Rupiah) dan batas jumlah ini dapat bertambah atau berkurang sewaktu-waktu sebagaimana yang ditetapkan oleh Dewan Komisaris;  

kepailitan

24 May

Pailitdapat diartikan debitor dalam keadaan berhenti membayar hutang karena tidak mampu. Sedangkan Pengertian Kepailitan berdasarkan Pasal 1 angka 1 UU No. 37 Tahun 2004 adalah sita umum terhadap semua kekayaan debitor pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh seorang kurator dibawah pengawasan hakim pengawas sebagaimana yang diatur oleh Undang-undang.

 

Sejarah perkembangan aturan kepailitan di Indonesia

Sejarah masuknya aturan-aturan kepailitan di Indonesia sejalan dengan masuknya Wetboek Van Koophandel (KUHD) ke Indonesia. Adapun hal tersebut dikarenakan Peraturan-peraturan mengenai Kepailitan sebelumnya terdapat dalam Buku III KUHD. Namun akhirnya aturan tersebut dicabut dari KUHD dan dibentuk aturan kepailitan baru yang berdiri sendiri.

Aturan mengenai kepailitan tersebut disebut dengan Failistment Verordenning yang berlaku berdasarkan Staatblaads No. 276 Tahun 1905 dan Staatsblaad No. 348 Tahun 1906. Arti kata Failisment Verordenning itu sendiri diantara para sarjana Indonesia diartikan sangat beragam. Ada yang menerjemahkan kata ini dengan Peraturan-peraturan Kepailitan(PK). Akan tetapi Subekti dan Tjitrosidibio melalui karyanya yang merupakan acuan banyak kalangan akademisi menyatakan bahwa Failisment Verordening itu dapat diterjemahkan sebagai Undang-Undang Kepailitan (UUPK).

Undang-Undang Kepailitan peninggalan pemerintahan Hindia Belanda ini berlaku dalam jangka waktu yang relatif lama yaitu dari Tahun 1905 sampai dengan Tahun 1998 atau berlangsung selama 93 Tahun. Sebenarnya pada masa pendudukan Jepang Aturan ini sempat tidak diberlakukan dan dibuat UU Darurat mengenai Kepailitan oleh Pemerintah Penjajah Jepang untuk menyelesaikan Masalah-masalah Kepailitan pada masa itu. Akan tetapi setelah Jepang meninggalkan Indonesia aturan-aturan Kepailitan peninggalan Belanda diberlakukan kembali.

 

Terdapat sebahagian perubahan mengenai substansi hukum antara aturan kepailitan yang lama dengan aturan kepailitan yang baru. Substansi tersebut antara lain:

  1. Pada Failisment Verordenning tidak dikenal adanya kepastian Frame Time yaitu batas waktu dalam penyelesaian kasus kepailitan sehingga proses penyelesaian akan menjadi sangat lama sebab Undang-undang tidak memberi kepastian mengenai batas waktu. Hal ini dalam PERPU No.1 Tahun 1998 diatur sehingga dalam penyelesaiannya lebih singkat karena ditentukan masalah Frame Time.
  2. Pada Failisment Verordening hanya dikenal satu Kurator yang bernama Weestcomer atau Balai Harta Peninggalan. Para kalangan berpendapat kinerja dari Balai Harta Peninggalan sangat mengecewakan dan terkesan lamban sehingga dalam PERPU No.1 Tahun 1998 diatur adanya Kurator Swasta.
  3. Upaya Hukum Banding dipangkas, maksudnya segala upaya hukum dalam penyelesaian kasus kepailitan yang dahulunya dapat dilakukan Banding dan Kasasi, kini dalam Perpu No. 1 Tahun 1998 hanya dapat dilakukan Kasasi sehingga Banding tidak dibenarkan lagi. Hal tersebut dikarenakan lamanya waktu yang ditempu dalam penyelesaian kasus apabila Banding diperbolehkan.
  4. Dalam Aturan yang baru terdapat Asas Verplichte Proccurure stelling yang artinya yang dapat mengajukan kepailitan hanya Penasihat Hukum yang telah mempunyai/memiliki izin praktek.
  5. Dalam UU No. 37 Tahun 2004 ditambah 1 pihak lagi yang dapat mengjaukan permohonan kepailitan.

 

Syarat-Syarat Untuk Mengajukan Permohonan Pailit

  • Terdapat Lebih dari satu Kreditor, adapun dapat dikatakan lebih dari satu Hutang.
  • Dari Hutang-utang tersebut terdapat salah satu Hutang yang sudah Jatuh Tempo dan Dapat Ditagih.

Adapun Udang-undang mengatur pihak-pihak yang dapat mengajukan permohonan Pailiit, yaitu:

  1. Pihak Debitor itu sendiri
  2. Pihak Kreditor
  3. Jaksa, untuk kepentingan umum
  4. Dalam hal Debitornya adalah Bank, maka pihak yang berhak mengajukan permohonan pailit adalah Bank Indonesia
  5. Dalam hal Debitornya adalah Perusahaan Efek, Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan, Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian, maka pihak yang hanya dapat mengajukan permohonan pailit adalah Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM)
  6. Dalam hal Debitornya adalah Perusahaan Asuransi, Perusahaan Re-Asuransi, Dana Pensiun, dan BUMN yang bergerak di bidang kepentingan Publik maka pihak yang mengajukan adalah Mentri Keuangan.

Yang perlu diingat sehubungan dengan para pihak-pihak yang mengajukan permohonan pailit harus dapat diketahui apabila seorang pemohon tersebut adalah Debitor orang-perorangan dalam prosesnya maka harus ditinjau terlebih dahulu apakah pihak tersebut masih terikat dalam suatu perkawinan dan apakah perkawinan tersebut mempunyai perjanjian pemisahan harta?. Hal sangat penting sekali sebab orang yang terikat dalam suatu perkawinan(baik suami maupun istri) yang tidak mempunyai perjanjian pemisahan harta (maka ada harta bersama/campuran) tidak dapat mengajukan permohonan pailit tanpa sepengetahuan pasangannya(suami /istri) , adapun alasannya arena pailit itu mempunyai akibat hukum terhadap harta.

 

 

Dasar Hukum (Pengaturan) Kepailitan di Indonesia Adapun pengaturan mengenai kepailitan di Indonesia dapat dilihat dalam beberapa ketentuan antara lain:

  • UU No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran;
  • UU No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas
  • UU No. 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan
  • UU No. 42 Tahun 1992 Tentang Jaminan Fiducia
  • Pasal- Pasal yang Terdapat Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (BW) yaitu Pasal 1131-1134.
  • Dan beberapa Undang-Undang Lainnya yang mengatur Mengenai BUMN (UU No.19 Tahun 2003), Pasar Modal( UU No. 8 Tahun 1995), Yayasan (UU No.16 Tahun 2001 ) , Koperasi (UU No. 25 Tahun 1992)

Langkah-langkah yang ada dalam kepailitan ada 9 langkah, yaitu :

  1. Permohonan pailit, syarat permohonan pailit telah diatur dalam UU No. 4 Tahun 1998, seperti apa yang telah ditulis diatas.
  2. Keputusan pailit berkekuatan tetap, jangka waktu permohonan pailit sampai sampai keputusan pailit berkekuatan tetap adalah 90 hari.
  3. Rapat verifikasi, adalah rapat pendaftaran utang-piutang, pada langkah ini dilakukan pendataan berapa jumlah utang dan piutangyang dimiliki oleh debitur. Verifikasi utang merupakan tahap yang paling penting dalam kepailitan karena akan ditentukan urutan pertimbangan hak dari masing-masing kreditur. Rapat verifikasi dipimpin oleh hakim pengawas dan dihadiri oleh : (a) Panitera (sebagai pencatat), (b) Debitur (tidak boleh diwakilkan karena nanti debitur harus menjelaskan kalau nanti terjadi perbedaan pendapat tentang jumlah tagihan, (c) Kreditur atau kuasanya (jika berhalangan untuk hadir tidak apa-apa, nantinya mengikuti hasil rapat), (d) Kurator (harus hadir karena merupakan pengelola aset).
  4. Perdamaian, jika perdamaian diterima maka proses kepailitan berakhir, jika tidak maka akan dilanjutkan ke proses selanjutnya. Proses perdamaian selalu diupayakan dan diagendakan. Ada beberapa perbedaan antara perdamaian yang terjadi dalam proses kepailitan dengan perdamaian yang biasa. Perdamaian dalam proses kepailitan meliputi : (a) mengikat semua kreditur kecuali kreditur separatis, karena kreditur separatis telah dijamin tersendiri dengan benda jaminan yang terpisah dengan harta pailit umumnya. (b) terikat formalitas, (c) ratifikasi dalam sidang homologasi, (d) jika pengadilan niaga menolak adanya hukum kasasi, (e) ada kekuatan eksekutorial, apa yang tertera dalam perdamaian, pelaksanaanya dapat dilakukan secara paksa. Tahap-tahap dalam proses perdamaian antara lain : (a) pengajuan usul perdamaian, (b) pengumuman usulan perdamaian, (c) rapat pengambilan keputusan, (d) sidang homologasi, (e) upaya hukum kasasi, (f) rehabilitasi.
  5. Homologasi akur, yaitu permintaan pengesahan oleh Pengadilan Niaga, jika proses perdamaian diterima.
  6. Insolvensi, yaitu suatu keadaan dimana debitur dinyatakan benar-benar tidak mampu membayar, atau dengan kata lain harta debitur lebih sedikit jumlahnya dengan hutangnya. Hal tentang insolvensi ini sangat menentukan nasib debitur, apakah akan ada eksekusi atau terjadi restrukturisasi hutang dengan damai. Saat terjadinya insolvensi (pasal 178 UUK) yaitu: (a) saat verifikasi tidak ditawarkan perdamaian, (b) penawaran perdamaian ditolak, (c) pengesahan perdamaian ditolak oleh hakim. Dengan adanya insolvensi maka harta pailit segera dieksekusi dan dibagi kepada para kreditur.
  7. Pemberesan/likuidasi, yaitu ppenjualan harta kekayaan debitur pailit, yang dibagikan kepad kreditur konkuren, setelah dikurangi biaya-biaya.
  8. Rehabilitasi, yaitu suatu usaha pemulihan nama baik kreditur, akan tetapi dengan catatan jika proses perdamaian diterima, karena jika perdamaian ditolak maka rehabilitasi tidak ada. Syarat rehabilitsi adalah : telah terjadi perdamaian, telah terjadi pembayaran utang secara penuh.
  9. Kepailitan berakhir.

 

Sumber :

http://cafe-ekonomi.blogspot.com/2009/08/artikel-kepailitan.html

 

 

Definisi perusahaan

24 May

Perusahaanadalah tempat terjadinya kegiatan produksi dan berkumpulnya semua faktor produksi. Setiap perusahaan ada yang terdaftar di pemerintah dan ada pula yang tidak. Bagi perusahaan yang terdaftar di pemerintah, mereka mempunyai badan usaha untuk perusahaannya. Badan usaha ini adalah status dari perusahaan tersebut yang terdaftar di pemerintah secara resmi.

Jenis-jenis perusahaan

Jenis perusahaan berdasarkan lapangan usaha:

  • perusahaan ekstraktif adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang pengambilan kekayaan alam
  • perusahaan agraris perusahaan yang bekerja dengan cara mengolah lahan/ladang
  • perusahaan industri perusahaan yang menghasilkan barang setengah jadi menjadi barang matang
  • perusahaan perdagangan perusahaan yang bergerak dalam hal perdagangan
  • perusahaan jasa perusahaan yang bergerak dalam bidang jasa

Jenis perusahaan berdasarkan kepemilikan:

  • perusahaan negara
  • perusahaan swasta

unsur-unsur perusahaan

  • Badan usaha
  • Kegiatan dalam bidang perekonomian
  • Terus menerus
  • Bersifat tetap
  • Terang-terangan
  • Keuntungan dan atau laba
  • Pembukuan

 

Manfaat perusahaan

1. Tujuan dapat membantu menetapkan organisassi yang sesuai dengan lingkungan nya
2. Tujuan dapat membantu koordinasi keputsan-keputusan dan para pemuat keputusan
3. Tujuan menyediakan standar untuk menilai prestasi organisasi.
4. Tujuan memudah kan proses perumusan dan implementasi strategi perusahaan

 

Definisi perjanjian,tujuan,syarat

24 May

PERJANJIAN

Perjanjian atau kontrak adalah suatu peristiwa di mana seorang atau satu pihak berjanji kepada seorang atau pihak lain atau di mana dua orang atau dua pihak itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal (Pasal 1313 Kitab Undang-undang Hukum Perdata Indonesia).

Perbuatan hukum dalam perjanjian merupakan perbuatan-perbuatan untuk melaksanakan sesuatu, yaitu memperoleh seperangkat hak dan kewajiban yang disebut prestasi. Prestasi itu meliputi perbuatan-perbuatan:

  • Menyerahkan sesuatu, misalnya melakukan pembayaran harga barang dalam perjanjian jual beli barang.
  • Melakukan sesuatu, misalnya menyelesaikan pembangunan jembatan dalam perjanjian pemborongan pekerjaan.
  • Tidak melakukan sesuatu, misalnya tidak bekerja di tempat lain selain perusahaan tempatnya bekerja dalam perjanjian kerja.

TUJUAN

layaknya membuat undang-undang, yaitu mengatur hubungan hukum dan melahirkan seperangkat hak dan kewajiban. Bedanya, undang-undang mengatur masyarakat secara umum, sedangkan perjanjian hanya mengikat pihak-pihak yang memberikan kesepakatannya.

SYARAT SAHNYA PERJANJIAN

Syarat sahnya perjanjian adalah syarat-syarat agar perjanjian itu sah dan punya kekuatan mengikat secara hukum. Tidak terpenuhinya syarat perjanjian akan membuat perjanjian itu menjadi tidak sah. Menurut pasal 1320 KUHPerdata, syarat sahnya perjanjian terdiri dari:

Syarat Subyektif  (Mengenai subyek atau para pihak)

Kata Sepakat

Kata sepakat berarti adanya titik temu (a meeting of the minds) diantara para pihak tentang kepentingan-kepentingan yang berbeda. Dalam perjanjian jual beli mobil, Gareng punya kepentingan untuk menjual mobilnya karena ia membutuhkan uang. Sebaliknya, Petruk membeli mobil Gareng karena ia punya kepentingan memiliki kendaraan. Pertemuan kedua kepentingan itu akan mencapai titik keseimbangan dalam perjanjian.

Cakap

Cakap berarti dianggap mampu melakukan perbuatan hukum. Prinsipnya, semua orang berhak melakukan perbuatan hukum – setiap orang dapat membuat perjanjian – kecuali orang yang belum dewasa, dibawah pengampuan, dan orang-orang tertentu yang dilarang oleh undang-undang.

 

Syarat Obyektif (Mengenai obyek perjanjian)

Suatu Hal Tertentu

Suatu hal tertentu berarti obyek perjanjian harus terang dan jelas, dapat ditentukan baik jenis maupun jumlahnya. Misalnya, Gareng menjual mobil Toyota Avanza Nomor Polisi B 1672 RI dengan harga Rp. 180.000.000 kepada Petruk. Obyek perjanjian tersebut jenisnya jelas, sebuah mobil dengan spesifikasi tertentu, dan begitupun harganya.

Suatu Sebab Yang Halal

Suatu sebab yang halal berarti obyek yang diperjanjikan bukanlah obyek yang terlarang tapi diperbolehkan oleh hukum. Suatu sebab yang tidak halal itu meliputi perbuatan melanggar hukum, berlawanan dengan kesusilaan dan melanggar ketertiban umum. Misalnya perjanjian perdagangan manusia atau senjata ilegal.

 

Sumber :  

–          http://legalakses.com/perjanjian/

 

–          http://id.wikipedia.org/wiki/Perjanjian